KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga
penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam ini dapat selesai
sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya
Amiin...
Agama
Islam adalah agama yang relevan dengan segala zaman yang telah dibuktikan dalam
beberapa kajian ilmiah dan dari berbagai sudut pandang dan aspek kehidupan.
Dalam
penyusunan makalah ini tentunya hambatan selalu mengiringi namun atas bantuan,
dorongan dan bimbingan dari orang tua, dosen pembimbing dan teman-teman yang
tidak bisa saya sebutkan satu per satu akhirnya semua hambatan dalam penyusunan
makalah ini dapat teratasi.
Makalah
ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah wawasan
khususnya mengenai relevansi agama islam dengan perkembangan zaman dan adapun
metode yang kami ambil dalam penyusunan makalah ini adalah berdasarkan
pengumpulan sumber informasi dari berbagai karya tulis.
Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran khususnya
untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari
keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan
demi kebaikan kami untuk kedepannya
MAJENE, 2 NOVEMBER 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
2.
RUMUSAN MASALAH
BAB
II PEMBAHASAN
1.
Pengertian Ukhuwah
2. Klasifikasi
ukhuwah
3.
Petunjuk AL-QUR’AN mengenai Ukhuwah
4.
Kasus kemunduiran Ukhuwah Islamiyah
5.
Upaya Meningkatkan Ukhuwah Islamiyah dan
Ukhuwah Insaniyah
BAB
III PENUTUP
- KESIMPULAN
- SARAN DAN KRITIK
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia
adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu,
manusia memiliki karakter yang unik, berbeda satu dengan yang lain, dengan
fikiran dan kehendaknya yang bebas. Dan sebagai makhluk social, manusia juga
saling membutuhkan antar sesamanya, membutuhkan sebuah kelompok, dalam
bentuknya yang minimal, di mana mengakui keberadaannya, dan dalam bentuknya
yang maksimal, kelompok di mana dia dapat bergantung kepadanya.
Kebutuhan
untuk berkelompok ini merupakan naluri yang alamiah, sehingga kemudian
muncullah ikatan-ikatan - bahkan pada manusia purba sekalipun. Kita mengenal
adanya ikatan keluarga, ikatan kesukuan, dan pada manusia modern adanya ikatan
profesi, ikatan negara, ikatan bangsa, hingga ikatan peradaban dan ikatan
agama. Juga sering kita dengar adanya ikatan berdasarkan kesamaan species,
yaitu sebagai homo erectus (manusia), atau bahkan ikatan sebagai sesama makhluk
Allah.
Islam
sebagai sebuah peradaban - terlebih sebagai sebuah din - juga menawarkan bahkan
memerintahkan/menganjurkan adanya sebuah ikatan, yang kemudian kita kenal
sebagai ukhuwah Islamiah.
Dalam
kaitannya dengan ini, Allah berfirman:
Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang mu'min
adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Al Hujurat:10)
Juga
di dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar ra yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim,
Rasulullah saw bersabda:
Artinya:
"Orang muslim itu saudara bagi orang
muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak pula membiarkannya dizalimi."
Dari
dalil naqli di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sesama muslim dan juga
sesama mu'min adalah bersaudara, di mana tentunya kesadaran terhadap hal ini
akan memberikan konsekuensi berikutnya.
Penyebutan
secara eksplisit adanya persaudaraan antar sesama muslim (dan mu'min) di dalam
Al Qur'an dan Hadits menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang
perlu diperhatikan oleh kaum muslimin. Dalam prakteknya, Rasulullah saw juga
menganggap penting akan hal ini. Terbukti pada saat hijrah ke Madinah,
Rasulullah saw segera mempersaudarakan shahabat Anshor dengan shahabat
Muhajirin, seperti Ja'far bin Abi Thalib yang dipersaudarakan dengan Mu'adz bin
Jabal, Abu Bakar ash Shiddiq dengan Kharijah bin Zuhari, Umar bin Khaththab
dengan 'Utbah bin Malik, dst.
Contoh
kecilnya adalah ketika terjadi pemilihan pemimpin sebuah negara yang
mayoritasnya ummat Islam, maka selalunya suara ummat Islam menjadi
terpecah-pecah menurut golonganya dan benderanya masing masing sehingga
menguntungkan pihak lain yang sama sekali tidak 'mengerti' Islam. Padahal disini
kita tahu bahwa pemilihan kepemimpinan dalam umat Islam adalah puncak dari
kerucut ukhuwah itu sendiri.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan ukhuwah
Islamiyah dan ukhuwah insaniyah?
2.
Apa saja Klasifikasi dari Ukhuwah?
3.
Bagaimana ukhuwah Islamiyah dijelaskan
dalam Al-Quran?
4.
Apa contoh kasus mengenai mundurnya
ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan?
5.
Bagaimana Upaya Meningkatkan Ukhuwah
Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah?
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Ukhuwah
Istilah
ukhuwah Islamiyah pada hakikatnya bukan bermakna persaudaraan antara
orang-orang Islam, melainkan cenderung memiliki arti sebagai persaudaraan yang
didasarkan pada ajaran Islam atau persaudaraan yang bersifat Islami.
Cakupan
ukhuwah Islamiyah di sini bukan hanya mengenai hubungan sesama umat Islam,
tetapi juga menyangkut interaksi dengan umat non muslim, bahkan dengan makhluk
Allah lainnya. Seorang pemiik kuda misalnya, tidak boleh membebani kudanya
dengan beban yang melampaui batas kewajaran. Dengan demikian, ukhuwah Islamiyah
juga mengajarkan pada kita bagaimana memperlakukan makhluk Allah lainnya dengan
lembut dan tidak semena-mena, dengan menekankan aspek perikemanusiaan dan kasih
sayang terhadap tumbuhan maupun hewan.
Dalam
bahasa Arab, terdapat beberapa kosa kata yang berkenaan dengan bahasan ini,
yaitu kata ukhuwah sendiri yang berarti persaudaraan, ikhwah yang berarti
saudara seketurunan, serta ikhwan yang memiliki makna saudara tidak
seketurunan. Sementara di dalam Al-Qur’an, kata ‘akhu’ yang berarti saudara
digunakan untuk menyebut saudara kandung atau seketurunan (QS 4:23), saudara
sebangsa (QS 7:65), saudara semasyarakat walau berselisih paham (QS 38:23),
serta saudara seiman (QS 49:10). Al-Qur’an tidak hanya menyinggung perihal
ukhuwah insaniyah atau persaudaraan kemanusiaan (antar sesame manusia), tetapi
juga memasukkan binatang dan burung ke dalam kategori umat layaknya umat
manusia (QS 6:38) sebagai saudara semakhluk atau sesama makhluk Allah (ukhuwah
makhluqiyyah).
Klasifikasi Ukhuwah
Berikut
ini merupakan intisari beberapa ayat suci yang menggambarkan pembagian
jenis-jenis ukhuwah:
·
Sungguh bahwa Allah telah menempatkan
manusia secara keseluruhan sebagai Bani Adam dalam kedudukan yang mulia,
walaqad karramna bani Adam (QS 17:70).
·
Manusia diciptakan Allah SWT dengan
identitas yang berbeda-beda agar mereka saling mengenal dan saling memberi
manfaat antara yang satu dengan yang lain (QS 49:13).
·
Tiap-tiap umat diberi aturan dan jalan
yang berbeda, padahal andaikata Allah menghendaki, Dia dapat menjadikan seluruh
manusia tersatukan dalam kesatuan umat. Allah SWT menciptakan perbedaan itu
untuk member peluang berkompetisi secara sehat dalam menggapai kebajikan,
fastabiqul khairat (QS 5:48).
·
Sabda Rasul, seluruh manusia hendaknya
menjadi saudara antara yang satu dengan yang lain, wakunu ibadallahi ikhwana
(Hadist Bukhari).
Dari
ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an dan hadist
sekurang-kurangnya memperkenalkan empat macam ukhuwah, yakni:
·
Ukhuwah ‘ubudiyyah, ialah persaudaraan
yang timbul dalam lingkup sesama makhluk yang tunduk kepada Allah.
·
Ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah,
yakni persaudaraan karena sama-sama memiliki kodrat sebagai manusia secara
keseluruhan (persaudaraan antar manusia, baik itu seiman maupun berbeda
keyakinan).
·
Ukhuwah wataniyyah wa an nasab, yakni persaudaraan
yang didasari keterikatan keturunan dan kebangsaan.
·
Ukhuwah diniyyah, yakni persaudaraan
karena seiman atau seagama.
Keempatnya
dilandasi prinsip ukhuwah Islamiyah. Sebagaimana yang telah diuraikan
sebelumnya, hal ini memiliki makna persaudaraan yang dijalin secara Islami
(berdasarkan syariat Islam).
Petunjuk Al-Qur’an mengenai Ukhuwah
Proses
berlangsungnya atau bagaimana diterapkannya ukhuwah ini tentunya tak lepas dari
persamaan yang dimiliki antarpihak sebagai faktor penunjang yang secara
signifikan membentuk persaudaraan. Semakin banyak persamaan yang ada, baik
kesamaan rasa maupun kesamaan cita-cita atau target capaian, maka ukhuwah yang
terjalin cenderung menguat. Ukhuwah umumnya melahirkan aksi solidaritas, dapat
berupa aksi yang positif dan negatif. Contoh ukhuwah yang melatarbelakangi
sebuah aksi positif yakni ketika terjadi banjir misalnya, sebuah kelompok
masyarakat yang sebelumnya mungkin berselisih paham atau tidak akur antar
anggotanya, dapat timbul ukhuwah saat semuanya menjadi korban banjir. Banjir
ini menyatukan perasaan mereka, berupa rasa sama-sama menderita dan
sepenanggungan. Kesamaan rasa itulah yang kemudian memunculkan kesadaraan untuk
saling membantu. Sedangkan contoh ukhuwah yang berakibat aksi negatif ialah
pemberontakan oleh sekelompok orang terhadap pemerintahan, akibat rasa
persaudaraan yang timbul sesama mereka karena berbagai motif, seperti landasan
atau paham Islam yang melenceng sehingga menimbulkan tindakan pengeboman oleh
kalangan teroris.
Di
dalam Al-Qur’an, terdapat penjelasan atau petunjuk mengenai pelaksanaan ukhuwah
sebagaimana mestinya, sehingga bentuk aksi yang negatif dapat terhindari.
Berikut adalah beberapa poin pedoman ukhuwah yang disebutkan dalam kitab suci
tersebut:
1.
Tetaplah berkompetisi secara sehat dalam
melakukan kebajikan, meski berbeda agama, ideologi, maupun status (QS 5:48).
Janganlah berpikir untuk menjadikan manusia tersatukan dalam keseragaman,
dengan memaksa orang lain untuk berpendirian seperti kita misalnya, karena
Allah menciptakan perbedaan itu sebagai rahmat, untuk menguji siapa di antara
umatNya yang memberikan kontribusi terbesar dalam kebaikan.
2.
Amanah atau tanggung jawab sebagai
khalifah Alah di bumi harus senantiasa dipelihara, mengingat manusia memiliki
keharusan menegakkan kebenaran dan keadilan (QS 38:26) serta menjaga
keseimbangan lingkungan alam (QS 30:41).
3.
Kuat pendirian, namun tetap menghargai
pendirian orang lain. Lakum dinukum waliyadin (QS 112:4), tidak perlu
bertengkar dengan asumsi bahwa kebenaran akan terbuka nanti di hadapan Allah
(QS 42:15).
4.
Meski terkadang kita berbeda ideologi
dan pandangan, tetapi harus berusaha mencari titik temu, kalimatin sawa, tidak
bermusuhan, seraya mengakui eksistensi
masing-masing (QS 3:64).
5.
Tidak mengapa bekerja sama dengan pihak
yang berbeda pendirian, dalam hal kemaslahatan umum, atas dasar saling
menghargai eksistensi, berkeadilan dan tidak saling menimbulkan kerugian (QS
60:8). Dalam hal kebutuhan pokok (mengatasi kelaparan, bencana alam, wabah
penyakit, dsb) solidaritas sosial dilaksanakan tanpa memandang agama, etnik,
atau identitas lainya (QS 2:272).
6.
Tidak memandang rendah (mengolok-olok)
kelompok lain, tidak pula meledek atau membenci mereka (QS 49:11).
7.
Jika ada perselisihan diantara kaum
beriman, penyelesaian yang akan dirumuskan haruslah merujuk kepada petunjuk Al
Qur'an dan Sunnah Nabi (QS 4:59).
Al
Qur'an menyebut bahwa pada hakekatnya orang mu'min itu bersaudara (seperti
saudara sekandung), innamal mu'minuna ikhwah (QS 49:10). Hadist Nabi bahkan
memisalkan hubungan antara mukmin itu bagaikan hubungan anggota badan dalam
satu tubuh dimana jika ada satu yang menderita sakit, maka seluruh anggota
badan lainnya solider ikut merasakan sakitnya dengan gejala demam dan tidak
bisa tidur misalnya. Nabi juga mengingatkan bahwa hendaknya di antara sesama manusia, tidak ada
pikiran negatif (buruk sangka), tidak mencari-cari kesalahan orang lain, tidak
saling mendengki, tidak saling membenci, tidak saling membelakangi, tetapi
kembangkanlah persaudaraan (H R Abu Hurairah).
Meski
demikian, persaudaraan dan solidaritasnya harus berpijak kepada kebenaran,
bukan mentang-mentang saudara lalu buta terhadap masalah. Al Qur'an
mengingatkan kepada orang mu'min, agar tidak tergoda untuk melakukan perbuatan
melampaui batas ketika orang lain melakukan hal yang sama kepada mereka. Sesama
mukmin diperintakan untuk bekerjasama dalam hal kebajikan dan taqwa dan
dilarang bekerjasama dalam membela perbuatan dosa dan permusuhan, ta'awanu 'alal birri wat taqwa wala ta'awanu
'alal itsmi wal 'udwan. (QS 5:2).
Kasus Kemunduran Ukhuwah Islamiyah
Islam
adalah agama yang cinta perdamaian, tetapi akhir-akhir ini Islam diidentikan
terorisme dan kekerasan. Hal ini menjadi tantangan para ulama di Indonesia
menghadapi gerakan terorisme bukan hanya untuk mengembalikan citra islam yang
diidentikkan dengan kekerasan, tapi juga bagaimana mengurangi aksi-aksi
kekerasan. Mengingat terorisme adalah dampak dari kekeliruan memahami teks-teks
agama disertai konteks kebijakan global negara-negara barat yang tidak adil,
maka program melawan kekerasan itu tidak hanya diarahkan pada pelurusan
terhadap paham keagamaan kaum muslim, tetapi juga harus berupaya menciptakan
tatanan global yang adil.
Genderang
perang melawan kekerasan sampai pada titik tertentu menjadikan Islam sebagai pusat
perhatian masyarakat international. Hal ini disebabkan oleh kekerasan yang
membuat masyarakat dihantui rasa takut dan agama Islam dijadikan pembenar atas
aksi-aksi kekerasan. Tentu pandangan ini menyebabkan masyarakat barat
menganggap Islam mengajarkan kekerasan dan terorisme. Tentu pandangan
masyarakat barat ini membuat "sakit hati" kaum muslim. Padahal Islam
mengajarkan sikap sopan santun dan berbuat baik pada semua orang, kecuali yang
memusuhi agama Islam. Mayoritas masyarakat muslim Indonesia ramah, dan santun.
Makanya di masa lalu Islam masuk Indonesia dengan jalan yang damai, tidak masuk
dengan jalan peperangan seperti di tempat lain di dunia.
Maka
dari itu sangat lucu jika Islam diidentikkan dengan kekerasan dan terorisme.
Apalagi jika hal itu dikaitkan dengan keadaan umat Islam Indonesia yang sangat
ramah dan santun. Jelas tuduhan bahwa Islam adalah agama yang keras dan identik
dengan terorisme tidak berdasar. Mungkin hanya karena ulah sekelompok oknum
tertentu yang menamakan gerakan Islam yang radikal, maka Islam dikatakan
teroris. Sungguh kesimpulan yang tidak berdasar dan hanya sebuah rekayasa
wacana yang sangat mendiskreditkan Islam itu sendiri.
Mestinya
kalangan pelaku teror menganggap bahwa
jalan kekerasan merupakan pilihan melawan ketidakadilan barat atas kaum muslim,
namun menurut Syafii Maarif radikalisme
umumnya berakhir dengan malapetaka dan bunuh diri. Sebab, prinsip kearifan dan
lapang dada yang diajarkan agama tidak lagi dihiraukan dalam mengatur langkah
dan strategi. Sejarah perjuangan Rasul yang pahit dan getir, tapi ditempuh
dengan ketabahan, seharusnya menginsafkan umat Islam bahwa cara-cara
radikal-emosional akan membawa kita kepada kegagalan dan kesalahan.
Upaya Meningkatkan Ukhuwah
Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah
Supaya
ukhuwah islamiyah dapat tegak dan kokoh, maka tidak hanya dengan perasaan atau
perkataan saja, diperlukan empat tiang penyangga yaitu:
1.
Ta’aruf adalah saling kenal mengenal
yang tidak hanya bersifat fisik ataupun biodata ringkas belaka, tetapi lebih
jauh lagi menyangkut latar belakang pendidikan, budaya, keagamaan, pemikiran,
ide-ide, cita-cita serta problema kehidupan yang dihadapi.
2.
Tafahum adalah saling memahami kelebihan
dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing, sehingga segala macam
kesalah pahaman dapat dihindari.
3.
Ta’awun adalah saling tolong menolong,
dimana yang kuat menolong yang lemah dan yang mempunyai kelebihan menolong yang
kekurangan, dengan konsep ini maka kerjasama akan tercipta dengan baik dan
saling menguntungkan sesuai fungsi dan kemampuan masing-masing.
4.
Takaful adalah saling memberi jaminan,
sehingga menumbuhkan rasa aman, tidak ada rasa khawatir dan kecemasan
menghadapi hidup ini.
Dengan
empat sendi persaudaraan tesebut umat islam akan saling mencintai dan bahu
membahu serta tolong menolong dalam menjalani dan menghadapi tantangan
kehidupan, bahkan mereka sudah seperti satu batang tubuh yang masing-masing
bagian tubuh akan ikut merasakan penderitaan bagian tubuh lainnya. Seperti pada
hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim yang artinya
’’Perumpamaan orang-orang beriman dalam sayang menyayangi, cinta mencintai dan
tolong menolong sesama mereka seperti satu batang tubuh, yang apabila salah
satu batang tubuh menderita sakit, maka seluh badan akan merasakan sakit pula
karena tidak dapat tidur dan panas (H. R. Bukhori dan Muslim).
Supaya
ukhuwah islamiyah tetap erat dan kuat, maka setiap muslim harus dapat menjauhi
segala sifat dan perbuatan yang dapat merusak dan merenggangkan ukhuwah
tersebut, sesudah menyatakan bahwa orang-orang beriman itu bersaudara, Allah
SWT melarang orang-orang beriman untuk melakukan beberapa hal yang dapat
merusak dan merenggangkan ukhuwah islamiyah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Istilah ukhuwah Islamiyah pada hakikatnya
bukan bermakna persaudaraan antara orang-orang Islam, melainkan cenderung
memiliki arti sebagai persaudaraan yang didasarkan pada ajaran Islam atau
persaudaraan yang bersifat Islami.
Empat
macam ukhuwah, yakni:
Ø Ukhuwah
‘ubudiyyah, ialah persaudaraan yang timbul dalam lingkup sesama makhluk yang
tunduk kepada Allah.
Ø Ukhuwah
insaniyyah atau basyariyyah, yakni persaudaraan karena sama-sama memiliki
kodrat sebagai manusia secara keseluruhan (persaudaraan antarmanusia, baik itu
seiman maupun berbeda keyakinan).
Ø Ukhuwah
wataniyyah wa an nasab, yakni persaudaraan yang didasari keterikatan keturunan
dan kebangsaan.
Ø Ukhuwah
diniyyah, yakni persaudaraan karena seiman atau seagama.
Salah
satu kasus yang berkaitan dengan kemunduran ukhuwah islamiyah adalah kasus terorisme
yang berkembang di Indonesia. Hal tersebut yang membuat kerukunan antar umat
islam maupun antar umat beragama menjadi tidak baik.
2 komentar:
daftar pustaka mana
Daftar pustaka nya ga ada
Posting Komentar